Minggu, 15 Agustus 2010

Pemain Cinta

Kau bisa membuatku cinta padamu
Meskipun tlah berulang kali
Kau begitu asyik mendua
Sudah cukup saja, sikapi kegilaanmu
Sebelum sukmaku, kau cabik dan perih
Wahai dirimu pemain cinta
Penikmat nafsu dunia
Walau dirimu begitu indah
Maaf kau tak pantas bagiku
Direlung kalbu yang terdalam
Getaran asmara masih tersisa
Memang dalam bermain cinta
Kadang kau terlihat sempurna
Eloknya parasmu rabunkan mata batinku
Ku harus berpaling meski kau memohon
Apa yang kau dambakan
Dalam duniamu yang sungguh palsu
Terpikirkah olehmu
Untuk dapatkan cinta yang sejati

Sabtu, 14 Agustus 2010

KECANTIKAN YANG MENIPU………

Cantik ya dia?
Ya, dia adalah kekasihmu. Belum terlalu lama kamu mengenalnya, berapa lama kalian bersama? Oh ya, hanya lima bulan saja. Eh bukan, menurutmu sudah lima bulan kok. Okay, sudah lima bulan. Kekasihmu cantik. Matanya bulat dan segelap samudera pukul dua pagi dengan temaram bintang terpancar dari dalamnya. Bibirnya yang mengingatkanmu akan bulan sabit dilangit. Renyah tawanya, dapat menarikmu pada padang rumput pada khayalan belakang kepalamu. Dan nafasnya kala jatuh tertidur di pundakmu mendesaukan semilir angin sore hari. Singkatnya, dia adalah duniamu.
Memang dia tak secantik aktris layar lebar kesayangan sahabatmu. Tetapi apalah artinya mengingini apa yang tak bisa kamu dapat, ledekmu pada temanmu. Kekasihmu, sudah lebih dari apa yang kamu harapkan. Kamu begitu menggilainya. Bayang wajahnya, tak pernah absen dari pelupuk matamu, meskipun saat dia tidak bersamamu. Tak hanya indah kekasihmu terukir olehNya, kekasihmu membingkai kecantikannya dengan seutas kain yang ia kenakan dikepalanya. Memancarkan keanggunan dan segala kesantunan yang khas dimiliki setiap wanita yang menyembunyikan mahkota mereka yang selalu diagungkan oleh semua wanita diluar sana.
Karena itu, kamu berkeras bahwa kekasihmu tak hanya dunia, tetapi juga akhiratmu.
Apa yang tidak kamu berikan untuknya? Kawan-kawanmu meledekmu bahwa kamu telah menjadi supir pribadinya, apa peduli mereka? Kamu hanya ingin kekasihmu tak perlu repot-repot menunggu angkutan umum, lagipula, kamu jadi dapat menghabiskan lebih banyak waktu untuknya. Didalam mobil, berdua. Biar saja macet dan panas diluar, didalam mobil hatimu adem ayem melihat binar indah mata kekasihmu.
Kamu juga tidak pernah keberatan menempuh kemacetan di Sudirman, letak kantormu berada, hanya untuk menghabiskan jam makan siang bersama kekasihmu yang bekerja didekat Pondok Indah. Membawanya ke restoran cepat saji didekat kantornya kemudian tergesa-gesa untuk kembali ke bilik kerjamu sebelum jam makan siangmu habis.
Kembali sahabat-sahabatmu mempertanyakan kewarasanmu. Berapa besar biaya yang kamu habiskan sebulan hanya untuk bersama kekasihmu?
Bagimu, tak jadi soal.
Setiap akhir pekan, mobilmu akan terparkir dengan santainya didepan rumah kostnya. Kamu, duduk dibelakang setir sambil sesekali melirik arlojimu, menunggu kekasihmu keluar dari rumahnya setelah selesai berdandan. Inginmu, melangkahkan kaki kedalam kamarnya, menyaksikannya menyapukan bedak pada wajahnya, mengoles perona bibir, dan melihatnya membungkus rambut indahnya dengan kain sutera bermotif indah yang selalu kamu belikan untuknya. Tak lama, kekasihmu duduk dengan manis disampingmu, menggenggam tanganmu. Kamu pun sumringah, melihat wajah cantiknya terbingkaikan hadiah darimu. Kamu cantik sekali, pujimu sebelum kamu menginjakkan pedal gas. Wangi tubuhnya tercium, menyeruak kedalam hidungmu. Kekasihmu memang pandai merawat dirinya. Setiap Sabtu pagi ia habiskan berada di salon, merawat rambut indah yang belum pernah kamu lihat, memperhalus kulit yang belum pernah kamu sentuh seutuhnya.
Malam ini, kekasihmu mengajakmu untuk mendatangi butik pakaian kesukaannya. Salah satu dari sekian banyak butik yang sering kalian masuki di akhir pekan. Dengar kan? Butik. Bukan distro. Tanpa sedikitpun rasa jenuh, kamu ikuti langkah lincah kekasihmu. Dari satu rak, ke rak lainnya, menyapa para wanita muda yang bekerja sebagai sales disana. Dan pasti, dengan senyum tercerahnya, kekasihmu mendatangi tempat kamu duduk dengan pakaian atau selendang yang ia coba, menggamit lenganmu dan berjalan menuju meja pembayaran. Kamu merangkul si cantikmu, membawakan selendang ditangannya sambil melirik harganya. Ah, harganya hanya tujuh digit, kilahmu dalam hati.
Apalah arti tujuh dijit dibanding melihat binar bahagia terpancar dari mata sedalam samudera kekasihmu.
Tanpa berpikir panjang, kamu serahkan kartu kreditmu. Kamu tandatangani dan selendang cantik itu sekarang tertenteng dengan manis ditangan kekasihmu. Si mbak sales tak kalah sumringah mendapati jualannya terjual. Cocok sekali mbak, selendang ini limited edition lho. Hanya ada tiga buah, masing-masing untuk dijual di Jakarta, Surabaya dan Medan saja. Ceracau si mbak sales itu. Setelah melangkah keluar dari butik itu, kembali kekasih cantikmu menggandeng tanganmu, memasuki Chinese Restaurant dengan akuarium berisi ikan, kepiting dan lobster hidup didepannya.
Tanpa mempedulikan bahwa pengeluaranmu jauh lebih besar daripada penghasilanmu setiap bulannya selama enam bulan belakangan ini, kamu melangkah mengikuti kaki kekasihmu berjalan.
Sudah tiga hari ini kekasihmu terlalu sibuk untuk menghubungimu. Frekuensimu mendengar tawa ringannya dari ujung telepon genggammu perlahan berkurang. Setiap kamu berkukuh untuk mendatanginya saat istirahat siang, selalu berujung dengan kamu terduduk di restoran pizza sendirian. Kekasihmu sedang terlalu sibuk, berkutat dengan pekerjaan kantor yang menyita waktunya. Bahkan tawaran pulang bersama kerap ditampiknya.
Lima hari berlalu. Tak sekalipun kamu temui wajah cantik kekasihmu. Hatimu mulai gelisah, khawatir akan kesibukan yang mengekangnya. Sudah makan belum ya? Apa tepat waktu? Nanti sakit lho. Pesan-pesan pendek yang kamu kirimkan pada selulernya yang hanya berbalas sebaris pesan pendek mengucap Sudah kok, makasih ya diingatkan. Love you. Yang kamu dengar, dia sedang dibelenggu pekerjaan karena kantornya mempunyai proyek baru, entah proyek apa itu. Jam tidurmu menjadi tak menentu. Kamu hanya dapat meneleponnya larut malam, eh, cenderung pagi malah. Saat kekasihmu pulang dari kantornya, jelas terdengar dari suaranya betapa melelahkan hari-harinya.
Sepuluh hari berlalu. Tak dapat kamu tahan niatmu untuk tak menjenguknya. Bagaimanapun ia adalah kekasihmu, sudah sewajarnya kamu untuk menjenguknya, menunjukkan betapa kamu merindukannya. Mobilmu menyapu jalanan dimalam hari, resah hatimu ingin meringankan beban kekasihmu akan pekerjaannya. Tergesa-gesa kamu keluar dari dalam mobil. Nasi goreng yang kamu bawakan untuk kekasihmu masih hangat ketika tanpa sengaja seorang gadis tengan berlari kecil, menabrakmu dan menghamburkan nasi goreng yang kamu bawakan untuk kekasihmu. Rasa kesal menghantui, hatimu merutuki gadis yang menabrakmu tadi. Dasar tak tahu sopan santun,makimu sembari melirik kepada gadis yang mengenakan pakaian hitam minim yang ketat yang menabrakmu tadi. Tak sempat kamu menatap wajahnya untuk kau marahi, hanya rambut hitam panjangnya yang indah tertangkap di pandanganmu dan wangi tubuhnya. Perempuan itu terburu-buru masuk kedalam sedan merah yang sedari tadi terparkir tak jauh dari mobilmu.
Malam ini kamu kembali gagal menemui kekasihmu. Susah payah kau jenguk walaupun nasi goreng untuknya telah terjatuh, ia mengatakan bahwa ia sedang sakit dan tidak ingin kamu tertular. Apa boleh buat. Kamu men-starter mobilmu dan berjalan pulang. Dalam bosanmu terjebak macet, kamu raih Blackberry mu. Mengetikkan pesan pendek untuknya. Cepat sembuh sayang yang tidak mendapat balasan apapun darinya. Jalanan pada pukul sembilan malam masih macet, kamu terjebak dalam kebosanan yang mengurungmu sendiri. Kembali kamu raih Blackberry-mu. Menekan sebuah tombol yang selama ini jarang sekali kamu tekan. Sebuah ikon dengan lambang huruf f didalam kotak berwarna biru. Setelah puas kamu menelusuri kabar teman-teman di situs pergaulan itu, tiba-tiba terbesit niatmu untuk meninggalkan pesan semoga lekas sembuh cantik pada dinding halaman kekasihmu.
Nyatanya, kamu tak juga mengetikkan kalimat itu. Matamu terpaku pada foto-foto kekasihmu yang dimasukkan oleh teman-temannya yang tidak kamu kenal. Matamu memincing saat membuka salah satu dari sekian banyak foto itu. Rambut hitam yang terurai panjang, wajah cantik dengan riasan sempurna, dengan pakaian hitam minim yang ketat. Dan seutas selendang mahal yang pernah kamu belikan untuknya, yang kabarnya hanya diproduksi tiga buah itu, terselempang dilengannya. Hatimu menjerit. Karena saat kamu arahkan kursormu pada wajah gadis difoto itu, nama kekasihmu muncul. Dan gadis itu sedang berada dipangkuan seorang lelaki asing yang meletakkan wajah mabuknya didada gadis itu sementara tangan kirinya menggenggam minuman berwarna biru cerah. Dan dibawah foto itu tertulis "Added 1 hour ago".

Sabtu, 07 Agustus 2010

Merenung........


Aku tak tau harus mulai dari mana, akhir-akhir ini aku sering termenung. Aku merasa sangat bersyukur karena masih bisa menyapa kalian semua di sini. Memang hidup itu sebuah pertukaran yang adil ya…, kita sebagai manusia cuma bisa menjalaninya. Saat hati ini merasa suntuk aku biasa merenung. Merenung dalam artian bukan melamun lho…, biasanya merenung sambil berdoa disepertiga malam. Pernahkah kalian merasa tubuh kalian ada tapi jiwa kalian melayang entah kemana? Dan aku merasakan itu semua. Memang sungguh aneh, aku seperti gila, tapi aku masih ingat semuanya.

Kawan…, apa aku ini ada? benarkah aku nyata? Aku bisa menangis, aku juga bisa tertawa. Kadang air mata bisa mengalihkan duka. Tapi terkadang merenung bisa membuahkan air mata. Jika aku renungkan , ternyata selama ini aku merasa banyak berbuat salah. Aku sungguh takut pada neraka, jika waktunya tiba, aku ingin sekali Allah memasukkan aku ke dalam surga-Nya. Kita sudah tau kalau siksa neraka itu sangat pedih, tapi kenapa ya orang selalu saja mendekatinya.

Wah…., aku terlalu jauh merenung kali ini, tapi tak ada salahnya kita merenungi diri, siapa tau kita bisa memperbaiki diri. Hidup itu cuma sekali, maka dari itu kita harus bisa berbuat banyak amal kebaikan, kita akan menyesal nanti jika waktu itu datang pada kita. Ah…, kenapa aku sudah seperti daun-daun kering itu. Aku merasa segera jatuh tertiup angin. Atau malah akan diterbangkan angin? Aku merasa seperti buah mangga yang belum masak, tapi sudah banyak ulatnya, sehingga tak bisa lagi bertahan dalam dahan, tinggal menunggu jatuh saja. Tapi bukankah harapan itu selalu ada…, dan kita tak perlu berhenti berharap.