Sekejap kurasakan dingin menjalari tengkukku. Cepat aku menoleh mencari tahu siapa yg ada di belakangku. Sesosok bayang kudapati berdiri beku di belakangku. "Siapa kamu?" tanyaku bernada curiga. "Namaku waktu," jawabnya singkat. "Mau apa kau menghampiriku?" tanyaku lagi. "Tidak, aku tidak datang menghampirimu, kaulah yang berjalan melewatiku," jelas Sang waktu. Aku terdiam sejenak merenungi perkataaannya. Namun, ketika kutersadar, sang waktu sudah menghilang dari pandanganku.
Ah, sudahlah. Mungkin sang waktu memang selalu pergi secepat kedatangannya di dalam hidupku. Ini bukan kali pertama Sang waktu datang mengganggu dalam wujudnya yang selalu berubah di tiap kedatangannya. Mungkin memang aku yang berjalan melewatinya tanpa ia bermaksud untuk menghampiriku. Lalu ia menghilang ketika kusudah mulai menjauh dalam jenuh.
Terkadang ketika ia muncul, ingin rasanya kuhentikan Sang waktu untuk sekedar bercakap-cakap meski hanya sekejap untuk mendapatkan jawab dari segala tanya yang menganga. Mengapa engkau memberiku usia? Mengapa semua harus beranjak tua bahkan tiada? Mengapa engkau dapat melesat cepat namun juga terkadang berjalan merangkak perlahan? Mengapa engkau selalu memberi batasan dalam memaknai bebas dan juga lepas? Mengapa engkau abadi sementara aku tidak? Ini sungguh tidak adil! Pada saatnya nanti, cepat atau lambat aku akan mati, sementara engkau abadi.
Aku iri sekali padamu, waktu. Aku ingin sekali abadi, meski abadi berarti kesendirian di dalam sepi. Itu jauh lebih baik dari segala keterkekangan yang kini kumiliki. Wahai Sang waktu, mengapa terkadang kau juga jahat padaku? Kau renggut orang-orang yang kukasihi pergi jauh dariku, kau buat suatu masa terlewati sehingga kami semua harus berpisah, terpecah-pecah. Kadang, ketika semua kurasa belum cukup lama, kau menyudahinya dengan paksa. Kau memaksa semua pergi berlalu. Kau memang terlalu!
Waktu, seberapa kuatnya pun aku mencoba, aku tetap tidak dapat memahami untuk apa kau ada. Bahkan sekedar untuk mengartikanmu saja, terlampau sulit untuk kucerna. Kini aku tak tahu, apakah kuharus berkawan denganmu ataukah kau adalah lawan bagiku? Waktu, tak bisakah kau memutar ulang semua rasa senang dan riang dalam banyak perjumpaanku denganmu sebelum ini? Aku tak sempat lagi memunguti sisa-sisa kenangan itu satu per satu, apalagi menyusun semuanya menjadi buku.Karena tiap kali kutersadar dari ragu, engkau sudah berlalu.
Baiklah waktu, sekarang maukah kau katakan padaku bagaimana menghentikan orang-orang dan keadaan disekitarku agar semua tak perlu berubah? Biarlah aku sendiri saja yang berubah lalu mati, tapi jangan mereka. Aku tak mau melihat mereka berubah, meski mereka berubah menjadi lebih indah. Aku mau mereka semua tetap sama, seperti ketika di suatu saat mereka pernah membuatku bahagia. Tapi aku tahu, kau tak akan mau mengabulkan permintaanku. Aku yakin kau hanya akan diam dan membisu.
Sudahlah waktu, kusudahi saja semua jemu yang menggebu. Sudah terlampau banyak benih-benih penyesalan kian tumbuh dalam diriku karena ulahmu. Aku tahu aku masih akan melalui kembali perjumpaan-perjumpaan semu dengan dirimu. Tak hanya perjumpaan, tapi juga perpisahan. Aku tahu melalui perjumpaan demi perjumpaan denganmu, aku akan selalu berhasil untuk terus berjalan, meski tertatih perlahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar